Filsafat
berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “Sophia” yang
berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan
kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran / pengatahuan. Cinta dalam hal ini
mempunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan
yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan
dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Dengan demikian, filsafat secara
sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguhsungguh untuk mencari
kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut
J.Gredt dalam bukunya “elementa philosophiae”, filsafat sebagai “ilmu
pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang
terdalam”.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat
menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
1. Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang
bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan
yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa
manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau
melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap
diri secara obyektif
2. Plato (472 –
347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa
para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth).
Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak
berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat
spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat
Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
Filsafat Pancasila
menurut
Ruslan Abdul Gani, bahwa pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective
ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan
sebagai filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia,
kemudian dituangkan dalam suatu “system” yang tepat. Adapun menurut Notonagoro,
filsafat pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang
hakikat pancasila.
Prinsip-Prinsip
Filsafat Pancasila
Pancasila
ditinjau dari Kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri; .
- Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD ’45 memenuhi syarat formal (kebenaran formal);
- Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka; serta
- Kausa Finalis. maksudnya berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti
atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:
- Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;
- Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;
- Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri;
- Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan hergotong royong; serta
- Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Kata
filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 – 496 SM).
Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang menganggap bahwa
intisari dan hakikat dari semesta ini adalah bilangan. Namun demikian,
banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui sekarang ini adalah
sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal yang mendorong manusia
untuk berfilsafat yaitu :
1.
Keheranan, sebagian filsuf
berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari filsafat. Rasa heran
itu akan mendorong untuk menyelidiki.
2.
Kesangsian, merupakan sumber utama
bagi pemikiran manusia yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat
berguna untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3.
Kesadaran akan keterbatasan, manusia
mulai berfilsafat jika ia menyadaribahwa dirinya sangat kecil dan lemah
terutama bila dibandingkan denganalam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran
akan keterbatasan bahwadiluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tdak
terbatas.
Klasifikasi
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan
pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya
sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun.
Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut
daerah geografis, dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa
dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah, dan menurut latar belakang
agama.
Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat
barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah.
Sedangkan menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.
1.
Filsafat
Barat
Filsafat Barat
adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di
Eropa, dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
filsafat orang-orang Yunani kuno.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas,
Réne Descartes, Immanuel Kant,
Georg
Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan
dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.
Metafisika
Metafisika
mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada, dan
keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun
hakikat manusia, dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi.
Dalam metafisika sendiri ada berbagai perbedaan teori-teori filsafat. Idealisme,
misalnya, adalah keyakinan bahwa realitas yang dibangun mental atau material
sementara realisme menyatakan bahwa realitas, atau setidaknya beberapa bagian
dari itu, ada secara independen dari pikiran. Idealisme subyektif menggambarkan
objek sebagai tidak lebih dari koleksi atau "bundel" dari data yang
masuk dalam perseptor. Filsuf abad ke-18 George Berkeley
berpendapat bahwa keberadaan secara mendasar terkait dengan persepsi dengan
kalimat Esse est aut percipi aut percipere atau "Untuk menjadi yang
dirasakan atau melihat".[2]
Selain pandangan tersebut, ada juga dikotomi ontologis dalam
metafisika antara konsep khusus, dan universal. Khusus adalah benda-benda yang
dikatakan ada dalam ruang dan waktu, sebagai lawan dari benda-benda abstrak,
seperti nomor. Universal adalah sifat yang dimiliki oleh beberapa hal khusus,
seperti kemerahan atau gender. Jenis eksistensi, jika ada, universal, dan
benda-benda abstrak adalah masalah perdebatan serius dalam filsafat metafisik.
Realisme adalah posisi filosofis universal yang pada kenyataannya memang ada,
sementara nominalisme adalah negasi, atau penolakan universal, benda abstrak,
atau keduanya. Konseptualisasi menyatakan bahwa universal ada, tetapi hanya
dalam persepsi pikiran.[3]
Epistemologi
Epistemologi
mengkaji tentang hakikat, dan wilayah pengetahuan (episteme secara
harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang
pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
Skeptisisme adalah posisi yang mempertanyakan kemungkinan
yang benar-benar membenarkan kebenaran apapun. Argumen regresi, masalah
mendasar dalam epistemologi, terjadi ketika untuk benar-benar membuktikan
pernyataan apapun, pembenaran itu sendiri perlu didukung oleh pembenaran lain.
Rasionalisme adalah penekanan pada penalaran sebagai sumber
pengetahuan. Empirisme adalah penekanan pada bukti pengamatan melalui pengalaman
indrawi atas bukti lain sebagai sumber pengetahuan.
Parmenides (fl. 500 SM) berpendapat bahwa tidak mungkin
untuk meragukan dari berpikir yang benar-benar terjadi. Tapi berpikir harus
memiliki objek, oleh karena itu sesuatu yang melampaui pemikiran benar-benar
ada.
Aksiologi
Aksiologi
membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari
aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup
manusia yang terdiri dari etika dan estetika.
Etika
Etika atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya
manusia bertindak, dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan
itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan,
kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.
Estetika
Estetika membahas
mengenai keindahan, dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah
berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.
2.
Filsafat
Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama
berkembang di Asia,
khususnya di India, Republik
Rakyat Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan
filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk
Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan,
tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’
masih lebih menonjol daripada agama.
Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta
Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang
Zi, dan Mao Zedong.
3.
Filsafat
Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para
filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat.
Sebab para filsuf pertama di Timur Tengah adalah orang-orang Arab atau
orang-orang Islam, dan juga beberapa orang Yahudi, yang
menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah
dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka.
Lalu mereka menterjemahkan, dan memberikan komentar terhadap
karya-karya Yunani. Ketika Eropa masuk ke Abad Pertengahan
setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi
dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini
mempelajari karya-karya yang sama, dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi
oleh orang-orang Eropa.
4.
Filsafat
Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya
adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan
filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali
kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles, dan Plotinus, namun
kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka,
bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru
Tuhan sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang, dan tidak dibahas
lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia, dan
alam, karena sebagaimana diketahui, pembahasan Tuhan hanya akan menjadi sebuah
pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
5.
Filsafat
Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk
menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang
Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai
mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.
Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis
dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli
masalah agama. Sebagai contohnya adalah Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.
Munculnya filsafat
Filsafat, terutama
filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai memikirkan, dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka, dan tidak menggantungkan diri kepada agama
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang
bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani, dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Babilonia,
Yudea (Israel)
atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya
tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta,
sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar
adalah Sokrates,
Plato,
dan Aristoteles.
Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada
yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar
karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada
sejarah filsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar